8 Maret: Hari Perempuan Pekerja International.
Denpasar, 8 Maret
2015, Memperingati Hari Perempuan International (HPI) yang ke 104 Aliansi
Perempuan Bali Bangkit yang terdiri dari berbagai oraganisasi massa dan LSM
seperti, Komite Persiapan Serikat Perempuan Indonesia (KP-SERUNI), Serikat
Buruh Mandiri (SPM), Front Mahasiswa Nasional (FMN), Badan Eksekutif Mahasiswa
Udayana, LBH-Bali dan LBH APIK.
Puluhan massa
aksi yang tergabung dalam Aliansi Perempuan Bali Bangkit dalam peringatan HPI
kali ini mengangkat tema “ Perempuan Bangkit Melawan Penindasan”. Tema ini
diangkat sebagai landasan bahwa masa kini perempuan Indonesia masih dalam
kungkungan penindasan yaitu penindasan patriakal feodal yang mengalami berbagai
macam masalah diskriminasi ditempat kerja, rumah dan tempat-tempat umum,
kekerasan fisik, kekerasan seksual dan minimnya akses pendidikan.
Tidak hanya itu,
perwakilan dari SPM menyampaikan bahwa, “perempuan buruh hari ini, khususnya
buruh pariwisata masih menghadapi berbagai persoalan diantaranya rasa takut
saat bekerja, pelecehan seksual dan upah yang rendah” tegasnya.
Persoalan upah
layak menjadi persoalan yang sangat mendesak mengingat Bali sebagai daerah
tujuan wisata internasional. Berdasarkan Peraturan Gubernur Bali No.58/2014,
Upah Minimum Provinsi (UMP) Bali pada 2015 ditetapkan hanya naik 5% atau
senilai Rp 78.572 menjadi sebesar Rp 1.621.172 dari sebelum Rp.1.542.600. Besaran UMP Bali tentu jauh dari Kebutuhan
Hidup Layak (KHL).
“riset yang
dilakukan oleh LBH Bali sendiri menghasilkan, bahwa KHL di Denpasar dan Badung
sebesar Rp.2.200.000. Sehingga dengan besaran UMP yang ditetapkan oleh
Pemerintah Bali hari ini, pemerintah memaksa para buruh untuk menanggung hutang
agar mampu memenuhi kebutuhan hidup layak” teriak Vany Primaliraning sebagai
koordinator lapangan aksi.
Sita Metri
perwakilan dari LBH-Bali juga menyampaikan dalam orasinya, “bahwa pemerintah Indonesia
hari ini harus mewujudkan perlindungan yang nyata terhadap perempuan dengan
membuat kebijakan atau undang-undang yang tidak mendiskriminasi perempuan,
mendesak pemerintah Indonesia untuk segera mewujudkan undang-undang
perlindungan Pekerja Rumah Tangga baik yang di dalam negeri ataupun di luar
negeri”.
Putu Tunggadewi
sebagai perwakilan dari FMN menyampaikan bahwa, “mahasiswi di lembaga pedidikan
setingkat kampus hari ini masih rentan mengalami pelecehan seksual dilingkungan
kampus. Maka hari ini seharusnya mahasiswa bangkit menyuarakan
persoalan-persoalan yang dihadapi oleh mahasiswa didalam kampus seperti
hentikan pelecehan seksual terhadap mahasiswi dan persoalan-persoalan lain
seperti biaya pendidikan yang sangat mahal”. ungkapnya
Dalam orasi penutup
aksi Humas aksi menyampaikan bahwa, “dalam semangat peringatan kebangkitan
gerakan perempuan di seluruh dunia yang kemudian menjadikan 8 Maret sebagai
hari perempuan internasional, maka sudah wajib hukumnya bagi perempuan
Indonesia hari ini yang masih ditindas oleh sistem patriarkal untuk
mengorganisasikan dirinya dalam organisasi-organisasi maju yang anti
patriarkal, melawan berbagai macam sistem yang diskriminatif terhadap perempuan
dan tidak terpisah dengan gerakan rakyat lainnya.” tegasnya.
Dalam aksi damai
yang simpatik yang diselenggarakan di depan Bajra Sandhi, lapangan Renon tidak hanya orasi-orasi yang dilakukan untuk
menyampaikan aspirasi tapi mereka juga melakukan tarian flashmob anti kekerasan
terhadap perempuan dan anak, juga musikalisasi puisi yang dibawakan oleh para
mahasiswa.
Beberapa link dibawah ini adalah berita-berita mengenai aksi Aliansi Perempuan Bali Bangkit;
http://www.antarabali.com/berita/69081/organisasi-perempuan-bali-berorasi-lawan-penindasan
http://balitribune.co.id/2015/03/stop-diskriminasi-pada-perempuan/
http://baliolnews.com/peringati-hari-perempuan-internasional-aliansi-perempuan-bali-bangkit-gelar-mimbar-bebas/
http://suarabali.com/ini-tuntutan-perempuan-di-hari-perempuan-internasional/
http://www.beritasatu.tv/news/aksi-flash-mob-memperingati-hari-perempuan-internasional/